Artikel ini membahas tentang sunat menurut Perjanjian Baru.
Sunat menurut Perjanjian Baru sangat penting untuk kita ketahui.
Istilah sunat pasti sudah tidak asing lagi bagi kita. Sunat adalah pemotongan kulit khatan laki-laki, baik untuk tujuan kesehatan, maupun untuk tujuan rohani/keagamaan.
Sunat adalah suatu hukum atau peraturan yang sangat penting dalam Alkitab, khususnya dalam Perjanjian Lama.
Sunat begitu identik dengan bangsa Israel pada zaman Perjanjian Lama.
Baca juga: 10 Fakta Tentang Makanan Halal Dan Haram Menurut Alkitab
Namun dalam Perjanjian Baru pun sunat banyak dibahas.
Jika demikian, apakah sunat menurut Perjanjian Baru?
Apakah orang Kristen perlu disunat?
Adakah perbedaan antara orang Kristen yang disunat dengan orang Kristen yang tidak disunat?
Baca juga: 10 Fakta Tentang Hukum Taurat Menurut Alkitab
Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini, dan banyak pertanyaan lain seputar sunat menurut Perjanjian Baru, diberikan dalam artikel ini.
Artikel ini akan menguraikan secara jelas fakta-fakta penting tentang sunat menurut Alkitab Perjanjian Baru.
Fakta-fakta apa sajakah yang perlu kita tahu tentang sunat menurut pandangan Perjanjian Baru?
Berikut pembahasannya.
1. Yesus Telah Menggenapi Sunat, Sehingga Orang Kristen Tak Perlu Lagi Disunat
Salah satu tujuan kematian Yesus di kayu salib adalah untuk menggenapi seluruh Hukum Taurat Yahudi (Matius 5:17), termasuk sunat. Menggenapi artinya adalah melakukannya secara sempurna.
Sejak Taurat diberikan kepada manusia (bangsa Israel), tidak ada seorang pun manusia yang mampu melakukannya secara sempurna.
Karena itulah Yesus datang untuk melakukannya dan menggenapinya bagi kita (Roma 8:3).
Jika Yesus telah menggenapi Taurat, termasuk sunat, maka kita tak perlu lagi menyunatkan diri secara harfiah, sunat secara jasmani.
Menjadi pengikut Yesus tidak berarti harus meneladani “semua” yang dilakukan oleh Yesus (kita tidak perlu disalibkan untuk meneladani Yesus, meski Dia disalibkan!), tetapi melakukan apa yang diajarkanNya.
2. Ketika Percaya Kepada Yesus, Orang Kristen Telah “Disunat”
Meski orang percaya tak perlu disunat secara harfiah, namun kita perlu, bahkan harus, disunat secara rohani. Dan sunat rohani itu telah terjadi melalui kematian Yesus di kayu salib.
Ketika kita percaya kepada Yesus, maka otomatis kita telah mengalami sunat rohani, sunat di hati.
Itulah sebabnya rasul Paulus berkata bahwa sebenarnya kitalah (orang-orang percaya), orang-orang yang bersunat, bukan mereka yang bersunat secara lahiriah (Filipi 3:2-3).
Sunat itu dilambangkan oleh baptisan air. Sebagaimana sunat adalah penanggalan bagian tubuh tertentu, demikian juga baptisan air adalah penanggalan tubuh yang berdosa (Kolose 2:11-14).
Jika dalam Perjanjian Lama tanda perjanjian Allah dengan umat Israel adalah sunat, maka dalam Perjanjian Baru tanda perjanjian Allah dengan gereja adalah baptisan air.
Jadi orang-orang Kristen adalah orang-orang yang bersunat, tetapi sunat secara rohani, sunat di hati, bukan sunat secara harfiah, sunat di badan.
3. Sunat Tidak Dapat Membenarkan/Menyelamatkan Seseorang
Sunat tidak pernah dirancang untuk menyelamatkan seseorang. Tidak ada orang yang bisa diselamatkan karena melakukan Hukum Taurat, termasuk karena menuruti perintah untuk disunat (Galatia 3:11).
Sejumlah orang Kristen Yahudi di Yudea pernah mengajarkan ajaran sesat di Antiokhia (jemaat mayoritas non-Yahudi) dengan mengatakan bahwa untuk bisa diselamatkan, maka seseorang harus disunat.
Karena itu gereja melakukan “konsili” atau rapat umum para pemimpin (rasul-rasul dan para penatua) di gereja Yerusalem. Gereja yang melakukan rapat di sini adalah perwakilan gereja Antiokhia dan gereja Yerusalem.
Namun hasil sidang itu dikirimkan kepada gereja-gereja lainnya di berbagai kota.
Dan pada sidang Yerusalem ini diambil keputusan penting yang menyangkut orang-orang percaya dari bangsa-bangsa lain/non-Yahudi.
Mereka “tidak harus disunat” dan melakukan Hukum Taurat Musa agar bisa diselamatkan, kendati mereka diberi beberapa aturan demi kelancaran hubungan mereka dengan orang-orang Kristen Yahudi (Kisah Para Rasul 15:1-34).
Menarik untuk disimak, keputusan tersebut ternyata bukan hanya keputusan para pemimpin gereja (yang semuanya adalah orang Yahudi yang pasti telah disunat), melainkan juga keputusan Roh Kudus (Kisah Para Rasul 15:28).
Jadi bahwa sunat tidak dapat menyelamatkan manusia pada dasarnya bukanlah ketetapan manusia, tetapi ketetapan Allah.